TANTRUM - Tata pengiriman tembakau diminta dihentikan saat proses uji materi atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 161/2022 di Mahkamah Agung (MA).
"Dengan dilakukan uji materi atas PMK 161/2022, beberapa pasal yang menjadi objek uji materi seharusnya ditunda pemberlakuannya sampai uji materi tersebut berkekuatan hukum tetap, diterima atau ditolak MA," kata Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto.
Heri Susianto berpendapat karena tata pengiriman tembakau jalan terus meski PMK 161/2022 masih dalam proses uji materi di MA, sehingga mendapat protes keras dari asosiasi pabrik rokok golongan menengah-kecil.
Ia mengatakan, dalam praktiknya, ternyata PMK 161/2022, termasuk pasal-pasal yang diuji materi tetap berjalan.
Baca Juga:Link Live Streaming Bhayangkara FC vs Dewa United di BRI Liga 1, 28 Januari 2023
"Bahkan, kami diundang untuk mengikuti sosialisasi terkait pemberlakuan PMK tersebut,” kata Heri.
Ia menilai, Ditjen Bea Cukai dalam merespons uji materi dari Formasi terkesan abai. Bea Cukai mengulur waktu dengan tidak menjawab perintah dari MA untuk menjawab keberatan dari Formasi atas pasal-pasal tertentu seperti pengaturan tata pengiriman tembakau pada PMK 161/2022.
Ia mengatakan, dengan respons tidak ada jawaban atas uji materi Formasi selama 14 hari, Heri menduga Ditjen Bea Cukai sengaja mengulur-ulur waktu, sehingga batas waktu pemberlakuan efektif PMK 161/2022 per 14 Februari terealisasi.
"Ini berarti tidak ada kemauan politik dari pemerintah dalam membina Industri Hasil Tembakau (IHT)," ucapnya.
Secara materi, kata Heri, pasal dalam PMK 161/2022 yang mengatur tata pengiriman tembakau telah diputus MA tidak boleh diberlakukan dengan terbitnya PMK 134/2019. Beberapa pasal dalam PMK tersebut, merevisi pasal-pasal dalam PMK Nomor 94/2016 yang diuji materi Formasi.
Baca Juga:Bunda Corla Datangi Kediaman Eko Patrio, Netizen Salfok: Rumah atau Mall
“Jadi, pasal yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh MA kok justru dihidupkan dalam PMK No 161/2022,” ujarnya.
Implikasi dari pemberlakuan pasal-pasal yang diuji materi oleh Formasi dalam PMK 161/2022, sangat menyulitkan bagi pelaku IHT. Birokrasi yang harus dilalui pelaku IHT menjadi panjang dan ribet. Kenyataan itu, bertentangan dengan semangat dari pemerintah yang ingin memudahkan iklim berusaha dan investasi dengan diterbitkan UU Cipta Kerja.
Pertimbangan lain, lanjutnya, regulasi tersebut aneh. Pemerintah justru mempersulit usaha yang yang jelas-jelas legal, PR yang memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Sementara perusahaan ilegal yang memproduksi rokok ilegal tidak banyak disentuh, meski perusahaan ini jelas merugikan pemerintah karena pajak, cukai, dan pajak daerah tidak masuk, juga “membunuh” pabrik rokok legal, karena pangsa pasar diserap oleh peredaran rokok ilegal, terutama rokok polos.
Ia mencontohkan, bukti pemerintah abai terhadap peredaran rokok ilegal adalah hasil penindakannya sangat minim, dibandingkan dengan potensi peredarannya. Hanya Bea Cukai Kediri konsisten dan giat dalam penindakan terhadap peredaran rokok ilegal dengan hasil yang signifikan.
“Protes kami terhadap terus berkukuhnya Bea dan Cukai dalam memberlakukan pasal-pasal dalam PMK 161/2022 yang kami uji materi di MA, telah kami sampaikan kepada Ditjen Bea dan Cukai. Jika masih tidak ada respons, kami akan melakukan langkah lain sebagai bentuk protes atas tindakan Bea Cukai tersebut,” ujarnya.