TANTRUM - Para menteri diperintahkan untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan di tengah ketidakpastian global. Pemerintah mencatat ada 28 negara yang meminta bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan, potensi krisis saat ini, magnitude-nya lebih besar daripada krisis ekonomi di tahun 98.
"Di mana krisis di tahun 98 itu di beberapa negara ASEAN," katanya.
Ia mengungkapkan, IMF juga telah memangkas proyeksi ekonomi global tahun 2022 dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen.
Baca Juga:Hujan Petir Disertai Angin Kencang Berpotensi Turun di Jawa Barat
Beberapa risiko yang perlu diperhatikan, antara lain terkait dengan perubahan iklim di mana terkait dengan perubahan iklim terjadi gelombang panas dan kebakaran hutan, yaitu di Eropa, cuaca ekstrem termasuk di Amerika, permukaan air laut dan banjir, juga terkait kekeringan dan krisis pangan.
Airlangga menyampaikan, dari sisi eksternal Indonesia memiliki ketahanan yang cukup kuat. Meski nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga enam persen, namun relatif masih lebih kuat dibandingkan sejumlah negara, seperti Kanada, Swiss, Nepal, Malaysia, Thailand, dan Inggris.
Ia menegaskan, walaupun terjadi goncangan, indikator eksternal Indonesia relatif kuat. Volatility index sekitar 30,49 atau dalam range indikasi 30.
Kemudian terkait dengan level indeks Exchange Market Pressure (EMP) di angka 1,06 atau di bawah 1,78; demikian pula dengan perbandingan credit default swap (CDS) relatif lebih rendah dari Meksiko, Turki, Brazil, dan Afrika Selatan,” ujarnya.
Dari internal, ekonomi Indonesia juga relatif kuat ditopang oleh konsumsi dalam negeri. Airlangga pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 dapat mencapai 5,2 persen.
Baca Juga:Chelsea Bikin Malu Tuan Rumah AC Milan
"Dari internal ekonomi kita relatif kuat karena kita punya domestic market dan sekarang konsumsi itu menjadi bagian daripada pertumbuhan ekonomi," katanya.