TANTRUM - Pindah ke solusi hijau berkelanjutan atau ramah lingkungan untuk pembangkit energi yang lebih bersih tidaklah mudah.
Bahan kimia yang digunakan dalam baterai lithium-ion tradisional membutuhkan waktu ratusan atau ribuan tahun untuk terurai, dan juga berisiko terbakar.
Namun semua bisa dilakukan jika para imuwan menginginkannya. Mereka telah menjawab pertanyaan bisakah kepiting dan lobster membantu membuat baterai lebih berkelanjutan?
Berharap untuk menemukan solusi yang berharga untuk masalah ini, dicuplik dari Nusantara TV, Sabtu, 3 September 2022, para ilmuwan dari AS telah mengembangkan baterai yang menggunakan produk dari cangkang krustasea untuk menyimpan energi.
Baca Juga:4 Fakta Menarik Film Miracle in Cell No 7 Korea yang Dibuat Versi Indonesia
Para ilmuwan berpikir bahan kimia yang ditemukan dalam cangkang kepiting dan lobster dapat digunakan untuk membuat baterai lebih berkelanjutan.
Crustacea seperti kepiting, lobster, dan udang memiliki eksoskeleton yang terbuat dari sel-sel yang mengandung kitin. Kitin adalah sejenis polisakarida yang membuat cangkangnya keras dan tahan.
Setelah proses kimia dan dengan sedikit larutan asam asetat, kitin dapat disintesis menjadi membran gel untuk digunakan sebagai elektrolit baterai.
Cairan elektrolit atau pasta di dalam baterai membantu molekul bermuatan (ion) bergerak di antara dua ujung baterai untuk menyimpan energi.
"Elektrolit kitosan" ini kemudian dicampur dengan seng untuk menjaga baterai tetap aman dan juga murah.
Baca Juga:Hello, Cello: Kisah Dua Insan dalam Menemukan Diri Sendiri
Pembuat baterai mengatakan 99,7% hemat energi bahkan setelah 1.000 siklus baterai yang menyediakan hingga 400 jam.
Pada dasarnya, baterai ini dapat diisi dan dikosongkan dengan cepat tanpa membahayakan kinerjanya.
Apa yang membuat baterai ramah lingkungan? Dua pertiga dari baterai ini (yang terbuat dari kitosan) dapat terurai di tanah hanya dalam waktu lima bulan, semua berkat degradasi mikroba.
Makalah yang menguraikan penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Matter oleh penulis utama Liangbing Hu dari University of Maryland.