TANTRUM - Ramai dibicarakan seorang ibu bernama Santi Warastuti asal Sleman, Yogyakarta, beserta anaknya Pika yang mengidap "cerebral palsy" atau gangguan yang memengaruhi kemampuan koordinasi tubuh seseorang, melakukan aksi damai di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta pada Car Free Day (CFD), Minggu, 26 Juni 2022.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, penggunaan ganja medis saat ini masih memerlukan pengkajian atau riset yang mendalam guna memastikan keamanan dan keselamatan pasien.
Proses riset tersebut harus meliputi berbagai tahapan termasuk pengumpulan jurnal-jurnal ilmiah yang sudah ada untuk dijadikan referensi, analisis data, hingga tahap uji klinis.
"Kita harus benar-benar mengkaji ini karena setiap apa pun yang diberikan kepada kita, apalagi yang sifatnya medicine, pasti akan ada namanya efek samping dan itu tetap harus jadi perhatian kita," kata Adib di Jakarta, Senin, 4 Juli 2022.
Baca Juga:Industri Petrokimia Butuh Pasokan Gas
Ia menegaskan, obat baru harus berbasis pada bukti klinis. Sehingga, perlu dikaji apakah obat tersebut dapat dijadikan sebagai obat utama, obat pendukung yang diberikan bersamaan dengan obat lain, atau obat alternatif jika pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
"Ini yang harus kita pahami karena dalam penatalaksanaan sebuah penyakit itu ada yang namanya golden standard, mana yang harus kita obati dan mana pengobatannya. Semuanya melewati proses berbasis bukti," jelas Adib.
Adib mengatakan, DI siap berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan untuk berkolaborasi membuat satu kajian ilmiah mengenai ganja medis sehiingga membuat satu kajian based on research mengenai ini.
"Tapi yang paling penting, tentunya pengobatan-pengobatan yang sudah menjadi golden standard pun harus kita lakukan. Saya kira nanti kita juga bisa libatkan para pakar, seperti pakar farmakologi untuk melakukan pengkajian ini," ungkapnya.