TANTRUM - Perpindahan Ibu Kota Negara diprediksi akan memengaruhi iklim investasi masa depan di Indonesia, terutama pascapandemi Covid 19. Sementara Papua diprediksi menjadi provinsi pertama yang memiliki peluang investasi terbesar di tahun 2030.
Demikian hasil analisis yang dilakukan Tania Septi Anggraini dan Kalingga Titon Nur Ihsan, dua mahasiswa ITB, dalam paper berjudul “Development of Location Predictions Suitable for Investment in 2030 in Indonesia Using Geospatial Data Approach”.
Hasil tersebut ditinjau dari tiga aspek, yakni prediksi tutupan lahan, prediksi cahaya malam, dan prediksi populasi. Dengan menilik prediksi tutupan lahan tahun 2030 di Indonesia, mereka bisa mendapatkan wilayah terbangun yang baru.
Dengan analisis tersebut, dua mahasiswa magister Teknik Geodesi dan Geomatika ITB tersebut berhasil memboyong gelar best paper dalam ajang International Graduate Student Conference on Economic Development 2022 (IGetCode2022).
Tania Septi Anggraini dan Kalingga Titon Nur Ihsan mengungguli 11 tim lainnya di babak final IGetCode2022.
Kalingga mengatakan, latar belakang lahirnya judul papernya karena ingin mendukung SDGs di tahun 2030.
“Kami juga melihat perubahan pola lokasi perkembangan di Indonesia akibat perpindahan Ibu Kota Negara sehingga akan berpengaruh juga ke wilayah investasi masa depan di Indonesia terutama pasca Covid 19,” terang Kalingga, dikutip Rabu (22/6/2022).
Kalingga menjelaskan mengapa Papua menduduki provinsi pertama yang memiliki peluang investasi terbesar di tahun 2030.
“Untuk prediksi cahaya malam, kami coba melihat ketika malam hari, intensitas cahaya malam di suatu wilayah menggunakan remote sensing. Cahaya malam ini digunakan untuk mengidentifikasi kondisi penduduk secara ekonomi pada wilayah tersebut. Semakin tinggi cahaya malam akan mengindikasikan perekonomian yang semakin tinggi di wilayah tersebut,” jelas Kalingga.
Aspek prediksi populasi hampir serupa konsepnya dengan cahaya malam, tetapi data yang digunakan adalah populasi penduduk. Hal ini digunakan untuk melihat populasi penduduk tahun 2030 dan lokasi yang memiliki populasi penduduk tinggi pada saat itu.
Dalam paper tersebut mereka membutuhkan 12 jenis data yang berbeda dengan software open sources, seperti Google Earth Engine dan QGIS. Rangkaian kompetisi tersebut mereka lalui sejak awal Maret dan puncaknya pada Minggu (4/6/2022) lalu.
“Dua hari setelah final, kami berdua harus ganti bergelut dengan sidang S2. Selain itu, banyak kegiatan yang berbarengan dengan lomba ini, seperti riset-riset lain dan kegiatan akademik,” ucap Tania menyebutkan kendala yang dihadapi.
Namun, padatnya jadwal kegiatan tersebut tidak menyulitkan Tania dan Kalingga karena sudah berulang kali mengikuti lomba serupa dan tergabung dalam satu tim yang sama.
Di akhir wawancara, Kalingga berpesan agar mahasiswa bisa mencoba untuk mengaitkan keilmuan jurusan yang satu dengan lainnya. Kolaborasi multidisiplin dapat menciptakan hasil yang lebih matang daripada hanya ditinjau dengan satu keilmuan saja.
Tania mengamini pesan Kalingga tersebut. Menurutnya benar bahwa kolaborasi itu sangat penting di era sekarang. “Buktinya, Teknik Geodesi dan Geomatika bisa merambah ke bidang ekonomi, sama halnya dengan keilmuan lain,” katanya.