TANTRUM - Efek gunung es akan terjadi jika kekerasan seksual pada anak terus banyak terjadi di masyarakat. Namun kasusnya tidak terkuak ke masyarakat.
Menurut Teddy Hidayat, Psikiater Rumah Sakit Melinda 2 Bandung, bila ada satu kasus yang dilaporkan sebenarnya masih ada sembilan kasus lain yang tidak terlaporkan.
"Kekerasan seksual pada anak seringkali tidak segera terungkap. Seperti rudapaksa yang dilakukan oleh seorang guru di Madani Boarding School terhadap santriwatinya sampai melahirkan 8 orang bayi," ujar Teddy ditulis Bandung, Jumat, 3 Junii 2022.
Teddy menerangkan peristiwa tidak bermoral itu sebenarnya telah terjadi sejak tahun 2016. Tetapi baru terbongkar tahun 2021.
Teddy mengatakan hal ini terjadi karena tidak adanya pengawasan terhadap anak dari orang tua dan lingkungannya.
"Serta tidak adanya pengawasan terhadap lembaga tersebut dari instansi yang berwenang atau yang seharusnya mengawasi," kata Teddy.
Teddy menganggap semua pihak yang senantiasa berdampingan dengan anak seperti orang tua, pengasuh, guru, lingkungan sekolah harus mengenal dan mampu mendeteksi kekerasan seksual pada anak.
Karena dampak dari seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami dampak fisik, psikis, sosial yang berkepanjangan.
"Stimulasi seksual dan perkosaan adalah faktor predisposisi terhadap gangguan psikiatrik di kemudian hari. Seperti fobia, cemas, tidak berdaya, depresi karena rasa malu, bersalah, citra diri buruk, perasaan telah mengalami cedera permanen, pengendalian impuls, merusak bahkan terjadi bunuh diri," terang Teddy.
Teddy menyebutkan beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dampak kekerasan seksual terhadap seseorang.
Yaitu kesulitan mempercayai orang lain, cenderung akan menolak hubungan seksual dengan lawan jenis dan lebih memilih hubungan seksual sesama jenis.
"Korban pada kasus ini adalah kanak-kanak artinya masih mudah dipengaruhi. Pelaku melakukan upaya intimidasi dan sugesti atau ditanamkan dan dipengaruhi, dibisikkan ke telinga korban bahwa murid harus taat pada guru, dilakukan terus-menerus, korban hidup di lingkungan tertutup atau terisolir selama bertahun – tahun," ucap Teddy.
Kondisi ini akan mempengaruhi perkembangan kepribadian dan pemikiran korban kearah patologis.
Salah satunya disebut 'stockholm syndrome' yaitu gangguan psikiatrik pada korban penyanderaan yang membuat mereka merasa simpati atau bahkan muncul kasih sayang terhadap pelaku.
"Pelaku kekerasan seksual umumnya dilakukan orang dewasa yang dikenal oleh korban. Dapat anggota keluarga yang dipercaya, pengasuh, guru baik di sekolah formal maupun pesantren," tukas Teddy.