TANTRUM - Penyakit cacar monyet (monkeypox) dianggap paling berdampak terhadap anak - anak yang kondisi kekebalan tubuhnya sedang lemah.
Indikasinya adalah beberapa kasus terjadi pada anak, tingkatannya sangat parah dibandingkan kepada pasien dewasa.
Menurut Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Djatnika Setiabudi, dari seluruh kasus pemaparan monkeypox yang dilaporkan sebagian besar terjadi pada anak.
Angka kematian akibat virus ini kata Djatnika, yaitu 1-10 persen dan paling banyak ke anak dan orang dengan kekebalan tubuhnya terganggu.
"Pada umumnya cacar monyet terhadap anak terdapat gejala utama seperti demam dan nafsu makan berkurang," kata Djatnika ditulis Sabtu, 28 Mei 2022.
Djatnika mengatakan iti terjadi pada dua fase pertama, lima hari gejala demam, setelah itu timbul ruam kulit.
Perbedaan dengan cacar air lain, biasanya menyerang ke wajah lalu turun ke seluruh tubuh. Kelainan lainnya adanya bentol berisi nanah yang pecah lalu timbul bekas.
Secara umum lanjut Djatnika, kelompok usia yang lebih muda lebih rentan terhadap penyakit cacar monyet. Djatnika mengatakan, saat ini belum ada vaksin untuk mengobati monkeypox.
"Vaksin yang bisa digunakan sementara adalah vaksin variola. Vaksin sangat langka setelah sebelumnya cacar dinyatakan bebas sekitar tahun 1980-an," kata Djatnika.
Djatnika menyebutkan pemberian vaksin anti cacar pernah diberikan pada dahulu. Istilah tenar pada waktu itu ada kuris.
Namun untuk monkeypox ini belum ada obatnya. Sedangkan pemberian vaksin hanya bersifat suportif saja.
Monkeypox pertama kali terlihat di monyet laboratorium pada 1958, karena itu dinamakan monkeypox.
Dan monyet termasuk di antara sejumlah spesies - termasuk manusia, anjing padang rumput, tikus, dan tupai - yang dapat terinfeksi virus ini. Namun, mereka tidak dianggap sebagai reservoir, sumber alami virus.
Para ilmuwan masih berusaha mengidentifikasi reservoir monkeypox dan mengapa penyakit yang jarang terlihat selama beberapa dekade ini tampaknya menjadi lebih umum.